Minggu, 04 November 2012

"Kenapa kita menikah Ka?"

Jakarta, 04 November 2012


"Kenapa kita menikah Ka?"
.........



Bagi kamu, yang sudah atau akan menikah, pernahkah pertanyaan itu mengusikmu?
Jika pernah, lantas apa jawaban pasanganmu?

Jawaban paling klasik, kenapa kita menikah? karena kita saling mencintai, karena kita saling menyayangi, karena aku mengasihimu dan ingin hidup bersamamu selamanya,atau jawaban yang tragis lainnya, karena aku tak kan bisa hidup tanpamu.
oh ya??

Bukan bermaksud meragukan. Tapi tahukah kamu teman, menurut sebuah penelitian,  peneliti dari Syracuse University telah membuktikan bahwa otak sangat bekerja saat manusia merasa jatuh cinta. Setidaknya ada 12 area di otak yang bekerja secara bersamaan, sehingga Anda mendapatkan kesan menemukan seseorang yang Anda cintai.

Penelitian ini memperlihatkan, saat jatuh cinta, area-area berbeda yang ada di otak melepas euphoria yang dipengaruhi sejumlah zat kimia. Antara lain seperti dopamine, oxytocin (yang dikenal sebagai hormon cinta), adrenaline, dan vasopressin (atau hormon yang menjadikan hewan memiliki sifat agresif dan perilaku menguasai teritorial, bisa jadi hormon dasar dari sifat posesif) 

Lalu, apakah semua reaksi kimiawi "cinta" tersebut akan bertahan lama? sayang sekali tidak teman.
Reaksi itu, hanya bertahan 6 bulan pertama, saat kamu merasakannya. kamu tidak akan lagi merasakan deg-deg an saat bertemu, panas dingin, gugup saat bicara, resah jika tak bertemu, dll.

Profesor Antropologi dari Rutgers University, Helen Fisher, membagi penjelasan cinta dalam tiga tahap. Dalam buku "Why We Love: The Nature and Chemistry of Romantic Love", Fisher menyebut tiga tahap itu juga dipengaruhi oleh hormon.

Tahap pertama adalah Nafsu (Lust). Ini dipengaruhi hormon testosterone dan oestrogen di lelaki dan perempuan.

Tahap kedua adalah ketertarikan (Attraction). Di tahap ini, setidaknya ada tiga neurotransmitter yang berpengaruh, ini termasuk adrenaline, dopamine, dan serotonin (ini merupakan hormon yang memengaruhi pikiran).

Ketiga merupakan tahap keterikatan (Atatchment). Hormon yang terlibat dalam tahap ini adalah oxytocin dan vasopressin.

Jika keputusan menikah di ambil hanya  didasarkan dorongan reaksi kimiawi hormon "cinta" semata, bisa dipastikan selepas enam bulan kedepan, yang ada dan tampak hanya penyesalan dan penyesalan.

Sesuatu yang aneh, konyol dan bahkan tragis bagi saya, adalah ketika ternyata di luar sana, ada beberapa pernikahan yang adem anyem, sang suami beruntung mendapatkan istri yang cantik, sholehah, memiliki anak-anak yang sehat, cerdas, ekonomi mencukupi, lantas malah berpaling hati,meminta ijin untuk menikah lagi, tapi tak mau bercerai.

Jika alasannya poligami secara syar'i dan yakin akan berbuat adil, yakinkah sang suami "adil" versi dia akan sama dengan "adil" versi sang istri? sudah luruskah niatnya? bagaimana dengan anak-anak? "adilkah" bagi mereka?dan ternyata istri  kedua sang suami, memiliki kualifikasi jauh di atas sang istri pertama. Jauh lebih cantik, putih mulus, seksi, harum. Sedangkan istri pertamanya berkebalikan 180 derajat,  Ironis!, sulit rasanya mendefinisikan "adil" pada versi yang "adil" pula.

Jika hati dapat berbolak-balik, maka setelah enam bulan setelah reaksi kimiaiwi itu lenyap. Lalu apa yang dapat dijadikan "pegangan" bagi pasangan yang berniat tetap langgeng tetap sakinah mawaddah, warahmah pernikahannya?

Ferrasta Soebardi atau lebih dikenal dengan nama Pepeng, mantan host kuis "jali-jali", Dalam sebuah acara dialog di stasiun televisi swasta,mengatakan bahwa jika karena hanya cinta, mungkin stok cinta istri saya sudah habis sejak bertahun-tahun yang lalu. Bisa saja istri saya berpaling hati, memilih laki-laki lain yang sehat, tampan , dan kaya, dibandingkan terus bersama saya yang sakit menahun, tak berdaya di atas kursi roda seperti ini. Namun, istri saya tetap setia merawat saya dengan penuh kasih sampai detik ini. Tak kurang sudah 27 tahun!

Jika saja, kamu sudah membaca buku "That's All" yang di tulis istri Pepeng, Utami Mariam. Pasti kamu akan tahu, teman, seberapa dalam perasaan Mbak Tami (begitu ia biasa disapa) terhadap Pepeng suaminya.

Kembali pada pertanyaan di atas tadi. Saya rasa jelas  sudah, bukan cinta yang menjadi "pegangan", "landasan" untuk memutuskan untuk menikah,tapi "Iman". "Iman" membuahkan cinta, menciptakan kasih dan sayang, melahirkan "respek" menjaga kesetiaan untuk tetap teguh memegang komitmen yang terucap dengan lisan dan terikat kuat dengan hati saat ijab qabul. Bukankah langit ALLAH pun berguncang saat seorang laki-laki mengucapkan ijab qabul? bukankah saat itu ada 1000 malaikat menjadi saksi dan mendoakan?

Bukan kamu.. atau aku.. yang memilihmu atau memilihku. Aku pun kehabisan akal, bagaimana bisa hati ini bercenderung padamu, bagaimana bisa getaran aneh itu menjalari hatiku, bening tatapmu meneduhkan jiwaku, halus budimu memesonaku, bagaimana bisa aku merasa lengkap jika bersamamu, dan hampa saat berjauh? Sesungguhnya kita tak pernah bisa memilih mencenderungkan hati pada siapa.

Teman,..itulah "rasa" yang ALLAH titipkan untuk setiap hati yang meminta pada Sang pemilik cinta, yang paling mencintai kita. IA mengijinkan hati ini mencintai seseorang, agar kita lebih dalam mencintaiNYA karena bersyukur bahwa IA memilihkan seseorang yang mampu seiring sejalan  di jalanNYA , bertambah-tambah mencintaiNYA:)

Suatu hari, saat kau tanya kan

                        "Kenapa kita menikah ka?'

ia akan menjawab

            "Sebab tanpamu, tak ada pernikahan bagiku"











-Je t'aime-