Rabu, 31 Juli 2013

Hallo August.. Please Welcome:)

Hi All:)

Bulan juli,  bulan paling sibuk  di sekolah, akhirnya berlalu.Hallo August, please welcome:)
Saya banyak belajar dari suasana sepanjang bulan Juli ini, bulan pertama masuk kerja setelah menyandang status double as a wife and a career woman:) 
Saya belajar bahwa salah satu tanda utama orang yang berpikir adalah bagaimana ia menggunakan bahasa. Maksudnya menggunakan bahasa tentu bukan seberapa banyak bahasa yang bisa dipake' cas cis cus...tapi lebih ke pemilihan Kata yang tepat dan spesifik. 
Kemarin, saya ngobrol sama anak kelas 1 sd di cikal cilandak, kemudian setelah tanya namanya siapa, tanya siapa saja nama temennya, dan kemudian ada berapa org temannya di kelas. Jawaban anak kecil ini, " di kelasku, ada 23 temen, tapi kalau termasuk aku, jadinya ada 24 anak". 
Masih terbengong-bengong, saya tanya lagi, kenapa dia sendirian di jam istirahat dan permainan apa yang disenanginya. Jawabnya, "kalau hari ini, temenku lagi gak ajak aku main kejar-kejaran karena aku ganti bajunya lama habis PE (Olahraga-red), tapi besok dia ajak aku main lagi karena besok gak ada  PE. Kami senengnya main lari-larian dan trampolin sama-sama". 
Bayangkan, betapa anak berusia 6 tahun ini terlihat punya kecerdasan yang tinggi, hanya lewat satu percakapan sederhana dimana dia bisa menjawab spesifik dan situasional. Ironisnya, tidak sampai satu jam sesudah itu, saya ngobrol dengan seorang tua, yang usianya lebih dari 5x anak tadi, yang bercerita tentang betapa teman-temannya "selalu...." atau "semua..." atau "tidak pernah..."temen saya begini temen saya negitu.. mereka sih begini ya abis mereka begitu.. dll (curcol mode on). dimana selama hampir 30 menit mengobrol, inti obrolan nya adalah "keluhan" dan dia adalah "korban utama"nya . ironisnya lagi, dia seolah meminta "persetujuan" bahwasannya dia memang "korban" dan patut dikasihani ..
Kalau kita gak terbiasa menggeneralisasi (memukul rata) dan memandang sesuatu sebagai permanen, ternyata korbannya adalah kita, yang persoalannya jadi mentok, perasaannya jadi sumpek dan pertemanannya jadi bentrok. Saya percaya, berada di lingkungan anak-anak tidak melulu berarti kita mengajar mereka, tapi banyak sekali yang bisa kita pelajari dari mereka.

Satu hal lagi yang saya belajar dari murid-murid  di tahun ajaran baru ini, adalah keHebatan mereka, baru masuk ke lingkungan sekolah, kelas, Teman atau guru baru --- dengan hangat mereka langsung belajar percaya pada saya, pada rekan-rekan guru, staff lainnya di sekolah. 
Bayangkan, menghabiskan waktu sebagai anak yang powerless, bersama orang-orang baru...atau bagi orangtuanya, meninggalkan anak yang sangat dikasih di suasana seperti ini...kalau bukan karena kepercayaan yang luar biasa pada kita semua di cikal, tentu tidak mungkin terjadi. Tapi aneh rasanya, kalau setelah melihat contoh betapa kita bisa mendapat kepercayaan, kita sulit melakukan hal yang sama pada orang lain. Kalau di Islam, sifat khuznu'zon, berprasangka baik, adalah salah satu akhlak utama yang dicontohkan Nabi SAW. 

Saya percaya bahwa menjadi orang yang lebih percaya pada orang lain, atau sebaliknya mendapat kepercayaan dari orang lain -- akan membuat kita jadi lebih terpercaya. 
Masalahnya sekarang, mana yang lebih dulu terjadi... mempercayai orang atau dipercaya orang. Kalau saya, saya pilih yang pertama, mempercayai orang lain terlebih dahulu, sebelum merasa layak mendapat kepercayaan. I trust you and I believe in you. Katanya, berbagi komitmen dengan orang lain, membuat kita lebih teguh memegang janji. Jadi, beritahu saya pilihan Anda, apapun jawabannya dan apapun yang ada bagi, tidak merubah janji saya sebelumnya, tidak merubah rasa percaya saya. Ditunggu ya :)
Salam hangat,
-Intan-